,.
Showing posts with label Tugas Kuliah Impome. Show all posts
Showing posts with label Tugas Kuliah Impome. Show all posts

Wednesday, January 8, 2014

Ada Apa Dengan Kurikulum 2013, PMRI dan PISA 2012? (Menuju Pembentukan Karakter Yang Lebih Baik, Bukan Pada Pembunuhan Karakter!!!)

Penulis saat sebagai pengisi dalam workshop Desain Pembelajaran Kurikulum 2013 dan PMRI pada KKG Guru MI Kemenag Kota Palembang Desember 2013

Apakah yang menjadi tambahan / perbedaan dalam kurikulum 2013 di SD / MI saat ini dengan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
Hal ini merupakan salah satu pertanyaan yang sering terfikirkan oleh guru, pengamat dan pemerhati pendidikan melihat begitu genjar nya usaha pemerintah dalam mensosialisasikan kurikulum 2013 mulai dari tingkat SD / MI.

Sekilas seperti yang tercantum pada penjelasan di Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Tentang Kurikulum 2013, menyebutkan bahwa kurikulum 2013 di SD/MI lebih mengutamakan keseimbangan antara soft skils dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap / afektif, ketrampilan / psikomotorik, dan pengetahuan / kognitif. Pada kurikulum 2013, pembelajaran tematik integratif diberlakukan di seluruh kelas di SD. Perubahan paling mendasar pada pembelajaran tematik integratif adalah perubahan model interaksi guru dan siswa pada proses pembelajaran. Pembelajaran menfasilitasi siswa untuk banyak bertanya, menemukan masalah-masalah dan mencari pemecahannya, peran aktif siswa yang lebih ditonjolkan selama proses kegiatan belajar mengajar.

Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema sebagai pemersatunya dimana model penyajiannya menghubungkan materi satu dengan materi yang lain, dilanjutkan dengan pemilihan sub-sub tema dengan memperhatikan keterkaitannya antar mata pelajaran. Selain itu, pada KTSP terdahulu, terdapat tiga langkah proses pembelajaran yaitu eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi sedangkan dalam kurikulum 2013 terdapat tambahan lima pengalaman belajar pokok yang kemudian lebih dikenal dengan pendekatan Saintifik (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, mengkomunikasi). Melalui salah satu nya pendekatan saintifik inilah, kurikulum 2013 sejalan dengan pemikiran yang ada di dalam Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). PMRI merupakan suatu bentuk adopsi dari Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan oleh Hans Freudental di Belanda (mengenai PMRI telah penulis paparkan di blog ini pada artikel-artikel sebelumnya)

Kurikulum 2013 dan PMRI merupakan salah salah kurikulum baru dan pendekatan pembelajaran menuju salah satu pembentukan karakter siswa yang lebih baik. Bukan menuju kepada pembunuhan karakter siswa yang masih terjadi sampai saat ini. Bagaimana bisa dikatakan membunuh karakter siswa?
Iya, pembunuhan karakter tidak hanya terjadi pada orang dewasa seperti yang muncul di berita-berita tv belakangan lalu yang pernah booming, namun bisa juga terjadi pada siswa-siswi dimana secara tidak sadar dilakukan oleh para pendidik dan bisa jadi penulis melakukan nya pula karena suatu bentuk kekhilafan sebagai manusia, :D. Guru yang terkadang masih menuntut kepada siswa-siswi untuk belajar dengan tenang, tangan bersedekap / rapi di atas meja, tidak ada pertanyaan-pertanyaan yang nyeleneh (baca: diluar dugaan guru) menyebabkan kreativitas / inovasi dari siswa-siswi terbunuh karena mereka dianggap membuat keramaian / kegaduhan / keonaran / hal yang tidak diinginkan oleh guru di dalam kelas. Hal ini bisa dikatakan bahawa guru membunuh karakter anak yang cenderung aktif untuk bertanya, berbicara menyampaikan pendapat akhir nya menjadi pasif dan diam di dalam kelas yang mana kepasifan dan diam nya anak bisa bertahan pula sampai anak itu menjadi dewasa.

Seharusnya hal tersebut bisa dimanfaatkan oleh guru untuk menggunakan keaktifan siswa yang begitu tinggi untuk proses belajar yang lebih baik. Sebagaimana pula disampaikan dalam survei Program for International Student Assessment (PISA) 2012 -merupakan suatu sistem penilaian secara internasional pada kemampuan membaca, matematika dan sains pada anak-anak yang berusia sekitar 15 tahun- diikuti oleh negara-negara yang tergabung dalam The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat pertama dalam kriteria merasa paling bahagia berada di sekolah (bisa diartikan merasa senang, terlalu aktif ketika proses belajar di dalam kelas, yang pada kenyataan nya mereka juga tidak belajar dengan kesenangan tersebut alias ramai sendiri :D). Sayang nya, peringkat ini berbanding terbalik dengan hasil dalam bidang literasi matematika, bahasa dan sains yang lebih buruk hasil nya jika dibandingkan pada tahun 2009 dimana berada pada ranking 57 dari 63 negara, sedangkan pada PISA 2012, Indonesia menempati ranking 64 dari 65 negara.

Hasil PISA 2012 ini merupakan hasil pada proses pembelajaran berdasarkan KTSP, namun bukan berarti penulis mengatakan bahwa KTSP itu gagal / buruk karena berdasarkan hasil PISA tersebut. Kegagalan tersebut harus ditinjau dari berbagai banyak aspek yang tidak bisa menyalahkan kurikulum saja. Banyak faktor penyebab jika ingin mencari penyebab dari hasil PISA tersebut.  Dan sekarang ini, pemerintah melalui kementerian pendidikan dan kebudayaan telah mengaplikasikan kurikulum terbaru yaitu kurikulum 2013. 

Berkaca pada 2 hasil yang saling bertolak belakang tersebut, peringkat kedua dari bawah dan adapula peringkat teratas menjadikan kita sebagai guru, pemerhati pendidikan untuk mengubah proses pembelajaran terutama pada mata pelajaran matematika yang mana pada saat ini lebih cenderung pada hafalan, pengajaran menghitung yang membuat siswa merasa kesulitan yang seharus nya bisa dibuat lebih mudah dan bermakna di dalam proses pembelajaran tersebut dengan memanfaatkan antar siswa berdiskusi untuk menemukan jawaban nya sendiri dan guru hanya sebagai fasilitator / perantara dalam proses pembelajaran.
Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang lebih baik tentunya seorang guru juga harus mampu membuat desain pembelajaran yang baik dan benar. Berikut ini, penulis memberikan salah satu contoh proses pembelajaran di kelas II SD berdasarkan kurikulum 2013 dengan pendekatan PMRI. Bukan berarti desain pembelajaran ini adalah yang terbaik namun bisa menjadi salah satu contoh bagi para pembaca sebagai referensi dalam menggunakan kurikulum 2013 yang saat ini sedang dijalankan oleh pemerintah. Pembelajaran ini pun juga tidak terlepas dari kekurangan penulis yang dalam hal ini sebagai pengajar di dalam kelas II tersebut.

Pada Video di bawah ini, mensiratkan 3 mata pelajaran yaitu Seni Budaya dan Prakarya, Bahasa Indonesia, dan Matematika yang tergabung dalam tema bermain di lingkungan ku dengan kompetensi dasar sebagai berikut.
  1. Matematika : mengetahui ukuran panjang di kehidupan sehari-hari dengan menggunakan satuan tidak baku menuju satuan baku
  2. Seni Budaya dan Prakarya : mengenal seni budaya  daerah beserta bahan, alat dan fungsinya dalam membuat karya seni budaya dan prakarya.
  3. Bahasa Indonesia : Memiliki perilaku santun dan jujur dalam hal kegiatan dan bermain di lingkungan melalui pemanfaatan bahasa Indonesia dan atau bahasa.
Selamat menonton, :D.



Mengenai pembahasan secara singkat tentang pembelajaran dalam video tersebut akan dipaparkan pada postingan artikel selanjutnya.

Berikut ini link download untuk Perangkat pembelajaran dalam video diatas.
Download RPP
Download Lembar Aktivitas Siswa (LAS)

Thursday, January 3, 2013

The Final Report of The Task of ICT on Mathematics

Oleh 

Fanni Fatoni NIM 06122802012
IMPoMe 2012 Sriwijaya University

Seperti yang telah saya sampaikan di sini, bahwa mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan gambaran/pengetahuan kepada mahasiswa sedikit tentang sistem komputer, ICT dan perkembangan nya, ICT di dalam matematika, program java applet, membangun sumber pembelajaran matematika berbasis web, membangun sebuah website/weblog dan penggunaanya di dalam Proses Kegiatan Belajar Mengajar di kelas. Pertengahan bulan Oktober 2012 merupakan pertemuan pertama pada mata kuliah ICT on Mathematics di kelas International Masters Program on Mathematics Education (IMPoMe) Sriwijaya University. Pada pertemuan tersebut, kami diajar Prof. Zulkardi tentang mata kuliah itu dan beliau menyampaikan beberapa tugas akhir di dalam perkuliahan tersebut yang diantaranya.
  1. Membuat blog pribadi terkait matematika dan PMRI serta blog P4MRI dari untuk masing-masing mahasiswa (dapat dilihat di dalam blog ini).
  2. Membuat media pembelajaran dengan powerpoint/flash untuk pembelajaran siswa/guru di kelas (klik di sini).
  3. Membuat Web Based Lesson yang akan disajikan dalam blog tersebut (klik di sini).
Di dalam laporan yang tersaji di bawah ini, penulis akan menyampaikan beberapa hasil terkait tugas mata kuliah ICT on Mathematics yang ada di dalam blog, dari mengenai blog pribadi, blog P4MRI, media pembelajaran powerpoint dan tugas Web Based Lesson. Berikut ini adalah hasil-hasil yang telah dicapai dalam tugas-tugas pribadi tersebut selain bisa diakses langsung di dalam blog ini, bisa pembaca download pada file di bawah ini
Laporan Ringkas Tugas Akhir ICT About Blog

Thursday, December 27, 2012

Strategy of Making a Drawing


Dalam matematika, geometri dan menggambar merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Karena itulah strategi menggambar banyak digunakan untuk memecahkan masalah geometri. Akan tetapi penggunaan strategi membuat gambar/diagram juga banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, untuk mempermudah mencapai suatu lokasi, dibuatlah sebuah sketsa atau peta sebagai petunjuk. Pada permainan sepakbola, bola volli dan olahraga-olahraga lainnya, seorang pelatih juga membuat gambar untuk merepresentasikan strategi yang akan dimainkan dalam suatu pertandingan. Gambar juga sering digunakan untuk menjelaskan suatu kondisi dan bagaimana cara untuk mencapai kondisi tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi membuat gambar/diagram ini berkaitan dengan pembuatan sketsa untuk mempermudah memahami masalah dan mendapatkan gambaran umum  penyelesaiannya. Bahkan, untuk menunjukkan besarnya makna dari sebuah gambar, dikatakan bahwa “sebuah gambar bernilai seribu kata”

For further information, you can see this power point slide show about this strategy below.
Di dalam presentasi power point di bawah ini, saya memberikan contoh-contoh soal dan pembahasannya pula terkait dengan simpler analogous problem.
 

Wednesday, December 26, 2012

Extreme Cases Strategy


Salah satu teknik pemecahan masalah yang sering digunakan khususnya dalam pemecahan masalah matematika adalah strategi  mempertimbangkan kasus-kasus ekstrim. Akan tetapi hal ini juga berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, jika seseorang berencana untuk membeli barang dengan cara tawar-menawar, misalnya membeli rumah atau membeli pakaian, maka orang tersebut harus menentukan strategi untuk membuat penawaran pada penjual dengan memutuskan berapa harga (ekstrim) terendah dan berapa harga (ekstrim) tertinggi yang mungkin. 

Secara umum, kita sering mempertimbangkan nilai-nilai ekstrim dari apa pun yang kita rencanakan terkait dengan pembelian suatu barang dan kemudian membuat keputusan tentang barang tersebut dengan didasarkan pada situasi ekstrim. Kasus ekstrim juga digunakan ketika seseorang berusaha untuk menguji suatu produk, misalnya speaker stereo. Kita ingin menguji produk tersebut pada volume yang sangat rendah dan pada volume yang sangat tinggi. Kemudian kita anggap pasti (dengan sedikit pembenaran) bahwa karena speaker telah lulus uji kondisi ekstrim maka speaker tersebut juga akan berfungsi dengan baik antara situasi yang ekstrim. Selain kedua contoh tersebut, masih banyak contoh-contoh lain dalam kehidupan sehari-hari yang menerapkan strategi mempertimbangkan kasus-kasus ekstrim.

For further information, you can see this power point slide show about this strategy below.
Di dalam presentasi power point di bawah ini, saya memberikan contoh-contoh soal dan pembahasannya pula terkait dengan simpler analogous problem.



Tuesday, December 25, 2012

WEB BASED LESSON : Desain Pembelajaran PMRI Pada Pembelajaran Volume Balok dan Kubus Kelas V SD


Salah satu topik penting yang diajarkan dalam pembelajaran bangun ruang di sekolah dasar adalah volume. Kegiatan yang berkaitan dengan volume bangun ruang sesungguhnya telah sering dilakukan siswa dalam kehidupan sehari-hari, seperti mengisi bak mandi yang kosong dengan air sampai penuh, mengamati truk bermuatan pasir, mengisi kardus makanan dengan kotak kue yang berukuran kecil, sampai pada hal yang lebih kompleks seperti menghitung kekurangan kemasan paket barang yang perlu ditambahkan ke dalam mobil kontainer agar penuh. Pengalaman-pengalaman siswa yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan ini dapat menjadi titik awal mereka untuk mempelajari konsep volume bangun ruang.

Pada tingkat sekolah dasar, konsep tentang pengertian volume perlu ditanamkan kepada siswa terlebih dahulu sebelum mereka melakukan investigasi terhadap penemuan cara mencari volume bangun ruang itu sendiri. Konsep ini dapat ditanamkan dengan memberikan pengalaman bagaimana membandingkan dua benda dengan menanyakan mana yang lebih besar. Pembelajaran dapat dimulai dengan diskusi seperti dengan pertanyaan: mana yang biasanya lebih banyak membutuhkan air hingga penuh, bak mandi atau bak kamar kecil. Melalui diskusi interaktif, siswa akan mengemukakan ide jawaban sesuai dengan pengalaman yang telah mereka peroleh, seperti dengan menduga isi air yang lebih banyak ditinjau dari bentuk dan ukuran masing-masing jenis bak atau memperkirakan berapa kali mereka memindahkan air dari sumur ke kedua jenis bak itu. Hal-hal semacam ini sejalan dengan Panhuizen (2005:54) yang mengungkakan bahwa dalam membelajarkan volume, siswa perlu diberi pengalaman membandingkan isi benda-benda yang berguna untuk mencapai pemahaman tentang konsep volume.
Setelah siswa paham tentang konsep volume bangun ruang, pembelajaran  dapat dilanjutkan dengan menginvestigasi bagaimana cara menemukan volume bangun ruang. Media seperti kubus satuan dapat digunakan sebagai unit terkecil pembentuk sebuah bangun ruang seperti balok/kubus. Dengan mengidentifikasi hubungan panjang, lebar, tinggi balok/kubus dengan banyak kubus satuan yang dibutuhkan untuk memenuhi sebuah model balok/kubus, diharapkan siswa dapat menemukan sendiri rumus volume balok dan kubus.
Dalam PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia), masalah-masalah sehari-sehari yang telah dikemukakan di atas dapat menjadi konteks untuk mulai membelajarkan siswa tentang konsep volume bangun ruang sampai pada menemukan rumus volume bangun ruang. Peran masalah-masalah tersebut sebagai konteks dalam hal ini seperti yang diungkapkan Treffers dan Goffree (dalam Wijaya, 2011:33) bahwa konteks berperan sebagai alat untuk membentuk konsep (concept forming), yang dalam hal ini konsep pengertian volume bangun ruang, dan  konteks sebagai alat untuk mengembangkan model (model forming), yang dalam hal ini adalah strategi-strategi untuk menemukan kembali rumus atau cara untuk mencari volume bangun ruang. Melalui konteks ini, diharapkan pembelajaran volume bangun ruang dapat lebih bermakna sehingga siswa bisa lebih paham dan tertarik untuk belajar matematika.
Menyadari pentingnya membelajarkan volume bangun ruang dengan pendekatan PMRI, maka perlu dibuat desain pembelajaran yang secara rinci. Berikut ini adalah beberapa hal mengenai persiapan-persiapan perangkat pembelajaran terkait pembelajaran volume bangun ruang dengan pendekatan PMRI yang bisa didownload pula
1.    Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaa Pembelajaran (RPP) Volume Kubus dan Balok
2.    Lampiran-lampiran perangkat pembelajaran       Terdiri dari kunci jawaban soal evaluasi, Lembar Kegiatan Kelompok [LKK] (terlampir), alternatif jawaban lembar kerja kelompok, lembar penilaian (Lembar Penilaian Afektif  dan Lembar Penilaian Proses), Gambar Buah Semangka dan Melon Kotak     Lampiran Pembelajaran Volume Kubus dan Balok SD kelas V 3.    LKK LKK Balok-Kubus
Di dalam Web Based Lesson ini, saya juga menambahkan Laporan Kegiatan Pembelajaran yang telah kami jalankan berdasarkan 3 perangkat pembelajaran di atas, sehingga apabila guru ingin melaksanakan proses pembelajaran tersebut dapat mempelajari Laporan Kegiatan Pembelajaran yang saya jalankan. Saya menjalankan proses pembelajaran dengan pendekatan PMRI ini dibantu oleh teman-teman Impome Ahmad Wachidul Kohar, Wisnu Siwi Satiti. Berikut Laporan Desain Pembelajaran tersebut dalam bahasa Indonesia. Desain Pembelajaran PMRI pada Volume balok-Kubus Kelas V SD  
Berikut Laporan Desain Pembelajaran tersebut dalam versi bahasa Inggris. The Result of The Fifth Learning Design of PMRI_Volume of cuboid and Cube
Selama proses pembelajaran berlangsung, ada salah satu hal menarik pada saat siswa menganalisis permasalahan dalam menentukan banyaknya kubus satuan yang dibutuhkan untuk mengisi balok supaya dapat berisi penuh dimana siswa sebelum nya tidak diberi kubus satuan dengan jumlah yang lengkap. Beberapa siswa masih mengalami kesulitan untuk menentukan jumlah kubus satuan yang dibutuhkan dalam menentukan tambahan nya. Mereka juga masih mengalami kesulitan dalam mengimajinasikan bentuk visualisasi jumlah kubus satuan di dalam balok. 
Berlatar belakang dari hal tersebut, maka saya memberikan salah satu WEB yang memuat Java Applet yang dapat membantu imajinasi siswa dalam mempelajari bentuk visualisasi dari model bangun ruang dengan menggunakan kubus satuan.  Applet atau Java applet adalah sebuah program kecil yang ditulis dengan menggunakan bahasa pemrograman Java, yang diakses melalui halaman Web dan dapat di-download ke dalam mesin klien yang kemudian menjalankannya di dalam jendela penjelajah web. Bahasa program ini berbasis web yang sangat cocok dengan matematika.  Java applet dapat secara dinamis menambahkan beberapa fungsi kepada halaman-halaman Web yang bersifat statis. Akan tetapi, untuk menjalankannya sebuah komputer harus memiliki program penjelajah web yang dapat menjalankan Java, seperti Microsoft Internet Explorer 4.0 ke atas, Netscape Navigator, Mozilla Firefox, dan Opera. Lalu anda harus menginstal softwire java ke dalam komputer anda untuk dapat menjalankan program java applet tersebut. Applet-applet berikut adalah contoh applet dalam matematika yang dapat membuat proses pembelajaran matematika semakin menarik. Tetapi terkait untuk membantu siswa memvisualisasikan gambar dalam bentuk 3 dimensi, tersedia di  website Cube Houses di  http://www.fisme.science.uu.nl/toepassingen/03377/. Untuk mengunduh tutorial tentang Applet Java: Cube Houses, Anda bisa melihat dan mendownload tutorialnya dibawah ini.
Tutorial Java Applet dari Cube Houses -

Friday, December 21, 2012

Pembelajaran Interaktif Modus Dengan Power Point


Proses pembelajaran matematika yang selama ini terjadi di dalam kelas, hampir didominasi oleh metode ceramah yang kemudian berlanjut dengan mengerjakan latihan soal. Hal ini menyebabkan kondisi pembelajaran yang monoton dan searah. Selain itu, media pembelajaran yang disediakan masih kurang menarik yaitu hanya menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan belum dilengkapi dengan media pembelajaran yang lain.

Dari beberapa permasalahan di atas, seorang guru dituntut untuk lebih kreatif guna meningkatkan aktivitas siswa dan meningkatkan mutu pembelajaran. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru seharusnya mulai menyadari pentingnya aspek teknologi untuk menunjang proses pembelajaran, salah satunya adalah bahan sajian yang menggunakan komputer. Di dalam salah satu program pembenahan pada kurikulum 2013, penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran akan mulai dilaksanakan. Jadi seorang guru tidak hanya mengacu pada mata pelajaran TIK saja tetapi teknologi computer akan mulai disisipkan ke dalam semua mata pelajaran. 

Saat ini teknologi komputer dengan penggunaan akses internet telah menawarkan kesempatan-kesempatan baru dalam proses pembelajaran baik di ruang kelas, belajar jarak jauh maupun belajar mandiri. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan oleh guru adalah membuat media pembelajaran berbasis komputer khususnya piranti lunak presentasi powerpoint. 

Penggunaan media pembelajaran powerpoint dalam pembelajaran matematika diharapkan akan sangat membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Akan tetapi beberapa kendala di lapangan adalah masih ada beberapa guru yang belum bisa menggunakan media pembelajaran powerpoint sebagai alat bantu. Presentasi dengan menggunakan powerpoint merupakan kegiatan yang penting dalam mengkomunikasikan suatu gagasan kepada orang lain dengan berbagai tujuan terutama untuk menarik perhatian siswa terhadap materi yang disajikan, atau tujuan lain.

Berikut ini adalah salah satu media pembelajaran yang saya buat dengan menggunakan power point pada materi pengenalan bagi siswa kelas IX SMP. Pada powerpoint ini dibagi menjadi 3 kegiatan siswa. Sebagai kegiatan yang pertama adalah menghitung banyak data, kegiatan kedua adalah kegiatan mengurutkan data, dan sebagai kegiatan yang terakhir adalah kegiatan dalam memperkenalkan macam-macam modus. Powerpoint ini dirancang dengan proses pembelajaran dua arah sehingga timbul interaksi antara murid dengan guru melalui media tersebut. 

Selain itu, di dalam proses pembelajaran dengan materi modus ini juga memberikan pengenalan awal dengan menggunakan konteks/benda-benda dalam kehidupan sehari-hari sehingga mempermudah siswa dalam mempelajari matematika dengan materi tersebut. Dalam hal ini, saya berusaha menerapkan prinsip-prinsip PMRI di dalam proses pembelajaran modus tersebut. berikut ini tampilan powerpoint saya dan bisa didownload pada tombol menu yang berada di sebelah kanan bawah. Selain itu pula guru dapat menampilkan file powerpoint ini secara langsung dari blog ini dengan membuat tampilan powerpoint fullscreen dengan mengklik pada tollbar yang berada di kanan bawah paling sudut (open in new window). Semoga powerpoint ini dapat bermanfaat bagi guru-guru ataupun siswa-siswi yang ingin belajar tentang modus melalui media pembelajaran powerpoint.


Monday, December 17, 2012

Solving a Simpler, Analogous Problem (Specification Without Loss of Generality)


Although by now it should be apparent that there is usually more than one way to solve a problem, the issue at hand is to discover (or determine) the best, most efficient, or most revealing method for solving a particular problem.  One method that sometimes turns out to be most revealing is to change the given problem into one that may be easier to solve and, by solving this ancillary problem, gain the insight needed to solve the original problem.  

The Solving a Simpler Analogous Problem as a strategy in Everyday Life Problem-Solving Situations
Beberapa contoh dalam kehidupan sehari-hari mengenai Solving a simpler, analogous problem  Seperti misalnya seorang koki yang ingin membuat kue yang lebih besar. Untuk menentukan takaran kue yang lebih besar, koki tersebut akan mengambil yang lebih sederhana dengan melihat takaran kue yang lebih kecil sehingga bisa membuat kue yang lebih besar.
For further information, you can see this power point slide show about this strategy below.
Di dalam presentasi power point di bawah ini, saya memberikan contoh-contoh soal dan pembahasannya pula terkait dengan simpler analogous problem.





Reference Book
Problem-Solving Strategies For  Efficient and Elegant  Solutions: A Resource for the Mathematics Teacher by Alfred S. Posamentier, and Stephen Krulik

Monday, December 10, 2012

Desain Pembelajaran PMRI 4 Pada Materi Pengukuran Panjang SD N 117 Palembang

Desain Pembelajaran PMRI 4:  
"Jika Kamu Penjahit yang Pintar, Berapa cm Panjang Lingkar Pinggang Pemesan Baju itu?"


Oleh
Ahmad wachidul kohar1
Fanni Fatoni2
Wisnu Siwi Satiti3
IMPoME, Sriwijaya University, 2012
(1bangwachid@gmail.com, 2fan_math05@yahoo.co.id,3siwi.wisnu@gmail.com)

Matematika dewasa ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bermula dari kehidupan sehari-hari yang paling sederhana misalnya mengukur panjang kayu untuk membuat meja, ukuran lebar dan panjang buku, papan tulis sampai dengan kehidupan yang lebih kompleks dan modern seperti di dunia informasi dan teknologi komputer. Konsep-konsep di dalam matematika ketika telah dikuasai dengan baik dan benar oleh siswa pada waktu tingkat sekolah dasar akan dapat membantu dalam membangun kemampuan berpikir kritis siswa dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul di kehidupan sehari-hari dan dikemudian hari. Oleh karena itu sangat penting dalam menanamkan konsep yang baik dan benar tentang pendidikan matematika mulai dari sekolah dasar (SD).

Salah satu ruang lingkup matematika adalah kemampuan untuk mengukur. Konsep pengukuran sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Mengukur telah dilakukan oleh orang-orang jaman terdahulu dengan menggunakan jari, tangan dan kaki sebagai alat ukur yang tidak baku. Van den Heuvel-Panhuizen (2004) mengatakan bahwa mengapa pengukuran sebagai subject pokok yang penting di pendidikan matematika?. Pertama, pengukuran terdiri dari aspek praktis keterampilan yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam buku-buku pelajaran SD kelas 3 misalnya Buku Cerdas Matematika (Nur Fajariyah, 2004) menyajikan materi tersebut dari hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari yaitu memilih alat ukur sesuai dengan fungsinya seperti mistar, rol meter, metelin dan sebagainya.

Salah satu pembelajaran matematika yang berkembang pada abad 21 ini adalah pembelajaran matematika realistik. Pembelajaran matematika realistik di Indonesia mengacu pada ide Hans Freudenthal (1991) yakni matematika sebagai suatu bentuk aktivitas manusia. Menurut Freudenthal (Van den Heuvel-Panhuizen, 1998), matematika harus dikaitkan dengan kenyataan, dekat dengan pengalaman anak dan relevan terhadap kehidupan masyarakat, untuk menjadi manusia yang bernilai.
Oleh karena beberapa hal di atas, kami (Fanni, Kohar dan Siwi) bersama guru mitra di kelas 3 SD Negeri 117 Palembang berkolaborasi untuk mendesain pembelajaran dengan pendekatan PMRI untuk materi pengukuran panjang dengan mengajak siswa-siswa mengukur tubuhnya sendiri pada kegiatan menjahit. Rincian bagaimana guru dan tim kami merancang pembelajaran, mengimplementasikan rancangan tersebut dan kemudian melakukan analisis terhadap hasil implementasi dijelaskan dalam bagian desain pembelajaran sebagai berikut.

Desain Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran ini dilaksanakan di kelas III A SD N 117 Palembang dengan materi yang diajarkan adalah pengukuran dengan fokus dari tim observer adalah mengenalkan alat-alat pengukuran panjang dan melakukan kegiatan pengukuran dengan menggunakan alat ukur standar. Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah  preliminary design (analisis kurikulum, penentuan indikator dan tujuan pembelajaran), dilanjutkan dengan teaching experiment (penerapan/desain pembelajaran) dan retrospective analysis (refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan).

1.    Preliminary Design
Kami melakukan analisis terhadap kurikulum yang bertujuan agar pembelajaran yang didesain sesuai dengan kurikulum matematika yang berlaku untuk kelas 3 SD sebagai subjek dalam kegiatan pembelajaran. Analisis meliputi penentuan materi ajar, tujuan pembelajaran, dan indikator pembelajaran.

Berdasarkan diskusi yang telah kami lakukan dengan guru mitra (Ibu Fatmawati), materi tentang pengukuran panjang tergabung dengan materi pengukuran waktu dan berat. Pada tanggal 6 November 2012, Ibu Fatmawati memberi saran untuk penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada kelas I – III disusun dengan menggunakan RPP tematik dan diselipkan tentang pembelajaran karakter bagi siswa. Beliau memberikan format contoh RPP tematik dari SD N 117 Palembang yang telah biasa digunakan sehingga kami bisa menggunakannya dalam penyusunan RPP dalam proses pembelajaran. 

Selain itu beliau memberi saran agar RPP dilampiri dengan lembar penilaian dan kriteria penilaian supaya memberi nilai maksimal dalam proses penilain siswa pada saat proses pembelajaran. Beliau juga menunjukkan contoh laporan-laporan yang dibuat oleh tim peneliti lain yang melakukan observasi di SD N 117 meliputi RPP, lembar penilaian dan kriteria-kriteria penilaian. Beliau menyarakan agar di akhir LKS, siswa diarahkan untuk menentukan kesimpulan dari aktivitas belajar mereka. Kesimpulan ini juga berkaitan dengan tujuan dari kegiatan belajar siswa.

Sebelum proses pembelajaran, kami mendesain isi dari kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Kami melibatkan 5 hal yang menjadi karakteristik dari PMRI yaitu use of context, interactivity, contribution student’s, intertwining of learning strands, use of model (Treffers dalam Van den Heuvel-Panhuizen, 1998). Kami memilih konteks yang berfungsi untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber aplikasi matematika dengan mengenalkan alat-alat pengukuran panjang dalam kehidupan sehari-hari sebagai titik awal (use of context) seperti metelin, rol meter, mistar, strature meter (pengukur tinggi). Melalui kegiatan mengenal diharapkan siswa dapat mempunyai pengalaman langsung dalam mengenal dan bahkan menggunakan secara langsung alat ukur panjang tersebut.

Dalam kaitannya dengan proses matematisasi yang diharapkan adalah siswa dapat membangun model matematika yang merupakan jembatan bagi siswa jembatan bagi siswa dari situasi informal ke formal (the use of model) selama pembelajaran. Selain itu pula, kami berencana untuk menggunakan kontribusi siswa dimana siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan strategi-strategi informal dalam menyelesaikan masalah yang dapat mengarahkan mereka pada pengkontribusian prosedur pemecahan, dengan bimbingan guru diharapkan siswa bisa menemukan tentang berbagai alat ukur panjang dalam kehidupan sehari-hari sesuai penggunaannya dan dapat menggunakannya dengan benar (student contributions).

Kontribusi siswa di dalam pemecahan masalah akan membangkitkan interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru serta siswa dengan perangkat pembelajaran yang kami desain melalui kegiatan diskusi antar kelompok sehingga muncul penjelasan, persetujuan, pertanyaan antar siswa (interactivity). karakteristik ke 5 yang kami terapkan dalam desain pembelajaran dengan tujuan bahwa struktur dan konsep matematika dapat saling berkaitan di dalam proses pembelajaran yang lebih bermakna (intertwining).

Setelah menyusun desain pembelajaran dan mendiskusikan tentang RPP yang akan dibuat, kami menuliskan desain tersebut ke dalam bentuk RPP dan LKK (Lembar Kegiatan Kelompok) yang selanjutnya dikonsultasikan dengan Ibu Fatmawati. Kami memaparkan rincian rencana pembelajaran tersebut yang telah dibuat. Secara umum beliau menyetujui sekenario pembelajaran tersebut.

Selanjutnya, deskripsi keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan desain yang telah dikonsultasikan ini dijelaskan di bagian teaching experiment sebagai berikut.

2.    Teaching Experiment
Kegiatan pembelajaran dilaksanakan pada hari Rabu, 21 November 2012. Pada kesempatan kali ini, salah satu dari anggota tim peneliti berperan sebagai guru, yaitu Fanni Fatoni dengan dibantu oleh Ahmad Wachidul Kohar, Wisnu Siwi dalam mengkondisikan siswa pada saat kegiatan kelompok dan Ibu Fatmawati sebagai pengamat di dalam kelas. 
Kegiatan pembelajaran dimulai pada pukul 13.10 WIB setelah siswa selesai berbaris dan berdoa. Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan dengan mengingatkan materi sebelumnya yaitu tentang hubungan antar satuan berat kepada siswa. Banyak siswa yang memberikan respon sangat baik dari pertanyaan guru, mereka antusias sekali dalam menjawab pertanyaan guru. Selanjutnya memasuki materi yang akan diajarkan yaitu pengukuran panjang, guru memulai dari hal yang sederhana dengan mengajak siswa mengukur panjang pensil dan jenis alat ukur panjang lain yang pernah mereka kenal sebelumnya. Hampir semua siswa tidak mengalami kesulitan dalam memberikan alasan pensil mana yang lebih panjang dan bagaimana cara mengetahui bahwa pensil tersebut lebih panjang dari yang lainnya yaitu dengan mengukur menggunakan mistar. 

Mengenai informasi detail tentang bagaimana proses pembelajaran pada luas layang-layang di atas, silahkan download di bawah ini.
1.    Laporan Pembelajaran tentang Learning Design Pengukuran Panjang (Indo)
2.    Laporan Pembelajaran tentang Learning Design Lenght Measurement (Inggris)
3.    RPP Tematik Pembelajaran Pengukuran Panjang Kelas 3 SD
4.    LKK Pembelajaran Pengukuran Panjang Kelas 3 SD
Nb: Learning Design tentang pembelajaran di atas di sesuaikan berdasarkan pada RPP dan LKK di  atas.

Sunday, December 2, 2012

Mendesain Proses Pembelajaran Pada Luas Layang-Layang Sekolah Dasar Dengan Bermain Puzzle Segitiga Melalui Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Secara Menyenangkan dan Mudah

Salah satu materi pembelajaran matematika di tingkat sekolah dasar  kelas V semester I adalah geometri, pokok bahasan bangun datar, sub pokok bahasan luas layang-layang. Van Hiele (dalam The Child’s Thought and Geometry) menjelaskan bahwa hal pertama pada pembelajaran geometri adalah bagaimana agar siswa dapat memvisualisasikan dan mengenali bangun geometri sesuai dengan sifatnya. Van Hiele menambahkan bahwa fase pertama dalam proses pengajaran adalah inkuiri: siswa mempelajari konsep dengan melakukan investigasi melalui bahan atau model yang diberikan pada siswa. Bahan atau model tersebut akan mengarahkan siswa untuk menemukan konsep.

Siswa kelas V sekolah dasar, umumnya berada pada rentang usia 10-12 tahun. Menurut Piaget, pada rentang usia tersebut siswa berada pada tahap berpikir operasional konkrit. Tahap ini merupakan tahap yang menentukan perkembangan kognitif anak, karena tahap ini menandai awal pemikiran logis atau operasional pada anak. Piaget menjelaskan bahwa pada tahap ini anak cukup mampu menggunakan pemikiran logis atau operasi, tetapi mereka hanya bisa menerapkan hal tersebut pada benda konkrit.

Berdasarkan teory belajar geometri yang dikemukakan Van Hiele: visualisasi dan inkuiri, serta teori Piaget tentang tahap operasional konkrit pada siswa kelas V (usia 10-12 tahun), sehingga membuat teman-teman dan saya ingin membuat proses pembelajaran pada materi luas layang-layang tersebut dengan terdapat aktivitas siswa di dalam nya seperti kegiatan kelompok sehingga membuat proses tersebut menjadi lebih menyenangkan bagi siswa. kami menyadari bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penuh dengan tantangan yang sering membuat siswa menyerah yang pada akhirnya timbul kesulitan untuk belajar matematika. Dengan membuat proses pembelajaran melalui aktivitas yang baru bagi mereka akan membuat siswa menyenangi dan mudah dalam mempelajari matematika terutama dalam mengetahui konsep luas bangun layang-layang.

Pada desain pembelajaran yang telah kami lakukan, siswa melakukan investigasi dan eksplorasi melalui bahan yang disediakan. Pada awal mula dari proses pembelajaran ini, siswa menggunakan benda konkrit (layang-layang dari potongan kertas yang berbentuk bangun datar segitiga) sesuai dengan konteks yang disediakan (pada saat tersebut adalah bermain layang-layang)

Pembelajaran diawali dengan pemberian masalah dari konteks bermain layang-layang. Selanjutnya siswa diarahkan untuk menvisualisasaikan bangun datar layang-layang sesuai dengan sifatnya dengan bantuan benda konkrit dari kehidupan sehari-hari siswa yaitu layang-layang (permainan). Benda-benda konkrit sebagai bahan investigasi dan eksplorasi siswa merupakan jembatan dari konsep matematika dalam konteks kehidupan nyata ke tahap berpikir logis dan operasional. Dengan bekerja di dalam kelompok menggunakan lembar kerja  kelompok (LKK), siswa dibimbing untuk membangun pemahaman secara mandiri tentang konsep luas layang-layang.

Tujuan di dalam  proses pembelajaran ini adalah untuk mendeskripsikan pembelajaran layang-layang dengan pendekatan PMRI melalui aktivitas penyusunan model layang-layang menggunakan potongan segitiga berbagai ukuran dan menemukan rumus luas layang-layang dengan menggunakan pendekatan luas persegi panjang.

Mengenai informasi detail tentang bagaimana proses pembelajaran pada luas layang-layang di atas, silahkan download di bawah ini.
1.    Laporan Pembelajaran tentang Teaching Design Layang-Layang (Indo)
2.    Laporan Pembelajaran tentang Teaching Design Layang-Layang (Inggris)
3.    RPP Pembelajaran Layang-Layang Kelas 5 SD
4.    LKK Pembelajaran Layang-Layang Kelas 5 SD
Nb: Learning Design tentang pembelajaran di atas di sesuaikan berdasarkan pada RPP dan LKK di  atas.
 

Tuesday, November 20, 2012

Learning Design of Relationship Among Weight Units at Grade 3A SD Negeri 117 Palembang

2 nd Observation Report:
Learning Design of Relationship Among Weight Units at Grade 3A
SD Negeri 117 Palembang
 
by:
Ahmad Wachidul Kohar
Fanni Fatoni
Wisnu Siwi Satiti


A. Introduction
Concepts of measurement in mathematics curriculum at elementary school have close relationship with activity of comparing object measured and standard measurement. Student’s experiences in measuring object could help to develop their skills in measurement activity. One of the experiences which can be taught to the students is introducing gauge such as gauge for weight unit, ruler for length unit, and measuring cup for volume unit.

By knowing and trying the use of those gauges directly, the students will not only understand practical application of calculation skill which has been learned, but also bring benefit to the quality of their comprehension of measuring skills and its relationship with other studies like science which need this kind of skill more.
 
Relating to PMRI (Indonesian Realistic Mathematics Education), the introduction of gauge could be a context to start teaching the relationship among weight units. The benefit of this context in the beginning of lesson is like what Wijaya (2011) said that context will be able to increase student’s motivation and attraction in learning mathematics. This is because of student’s attraction to create relationship between new things which are taught and their daily life.
 
Hence, we (Kohar, Fanni, and Siwi) together with teacher at class 3A SD Negeri 117 Palembang have a collaboration to design learning using PMRI approach on material of the relationship among weight units by using needle scale. The description of how the teacher and we designed learning, implemented that design, and analyzed the result of teaching experiment is explained at part of learning design.    
 
B. Purpose of Observation
The purpose of this learning design and observation are to:
  1. describe the learning of the relationship among weight units (kilos, gram, and ounce) by using PMRI approach at grade 3A SD Negeri 117 Palembang, 
  2. build experience to the observers to design and carry out learning using PMRI approach on material of the relationship among weight units.
C. Learning Design
The material taught in this learning is the relationship among weight unit, which focus on the relationship among kilos, gram, and ounce. This learning was carried out at class 5A SDN 117 Palembang. The steps are preliminary design (curriculum analysis, the determination of indicators and learning objectives), continued with teaching experiment and retrospective analysis (reflection of learning) which will be described as follows.

1. Preliminary Design
In this activity, we analyzed curriculum with the purpose of matching designed learning with the mathematics curriculum for Grade 3 of elementary school. The analysis comprises the determination of material which will be taught, learning objectives, and learning indicators.
 
Based on information from teacher (Mrs. Fatmawati), the material about relationship among weight units is taught after the topic of money. This material could be taught and introduced kinds of gauges simultaneously.
 
Standard competence and basic competence which underlies the compiling of lesson plan respectively is using time measurement, length, and weight in problem solving and understand the relationship among time units, length units, and weight units. From the basic competence, we formulated learning objectives and learning indicators. Because the focus of this learning is to convert unit from kilos to gram, ounce to gram, and kilos to ounce, the learning objectives are that students could estimate the weight of given thing that is more than, less than, or equal to 1 kilo by using a gauge, and also students could conclude the relationship between kilos-gram, gram-ounce, kilos-ounce using their own words.
 
After determining learning objectives and indicators, the next activity is to design the content of learning activity which will be held. We chose the context of gauge for weight as starting point to teach the relationship among kilos, ounce, and gram. This context was chosen based on Mrs. Fatmawati’s suggestion because this gauge is often met by students in their daily life. Moreover, students will be experienced in using gauge directly.
 
Based on our pre observation result, students seemed to be active in following learning when the teacher asked them to give feed-back such as waiting the turn to demonstrate the answers on white board. This situation inspired us to design learning that involves students more deeply in both when they have presentation and work in group (interactivity). Hopefully, it will bring students to their own understanding problem given by constructing their own finding about mathematics concept/skill (student’s contribution).
 
To find the relationship among kilos, gram, and ounce, students are desired to use the concept/knowledge from other/previous topics (intertwining of learning strands) like addition and multiplication, such as how many package of sand (10 gram) which are needed to build a package of sand with the weight of 1 ounce. In relating with the process of mathematizing which is likely built by students through model (use of model), we arrange ice berg of material of the relationship weight units.

Figure 1. Ice berg of material of the relationship weight units.

Based on ice berg from figure above, measuring instrument scales and daily goods often be found by students becoming the context to start learning. Meanwhile, as a model of in this learning, students are asked to measure directly some goods and package of sand in any size by using scales, then direct students to transcribe data which they acquire into tables served as a model for. Henceforward, students are expected to find the conversion of kilos. to grams, ounces to grams, and kilos. to ounces which is the form mathematics formal from the relationship among a series of activities be in groups.

 
Figure 2. Sand and scale as  model of in learning

After composing design of learning, we transfer that design into the draft form of lesson plan and LKK (Sheets Group Activity) which is consulted to Mrs. Fatmawati and Mrs. Yusniar (teacher partner who last year cooperated with senior) before the learning dated on November 7th 2012. From the consultation, we obtained some advice about lesson plan which should have been written in the draft of thematic (existing links with other subjects like Indonesia lesson, natural science, or social class). Even though learning design we have already arranged contained those link elements, according to Mrs. Fatmawati, especially for bottom classes, lesson plan should be assembled using format of thematic in order to be obviously seen that there is connectedness among subjects learning. Furthermore, actually we plan to use type of sitting scales as media of learning. But, because of until the learning time came, we initiated to use needle scale to substitute sitting scale

For more complete for this report, you can donwload PDF file of 2 nd Observation Report

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Iptek-4u - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons